Asyura merupakan hari ke 10 pada bulan Muharram, dimana hari tersebut adalah hari yang mulia dibanding hari-hari lainnya. Mengapa demikian? Soalnya, dibalik tanggal 10 Muharram itu ada beberapa peristiwa penting yang dialami oleh 10 Nabi Allah SWA.
Dari Ibnu Abas berkata: “Ketika tiba di Madinah, Rasulullah SAW mendapati orang-orang Yahudi melakukan puasa Asyura. Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Hari yang kalian berpuasa ini adalah hari apa?”
Orang-orang Yahudi pun menjawabnya “Ini adalah hari yang sangat mulia. Ini adalah hari di mana Allah menyelematkan Musa dan kaumnya. Ketika itu pula Fir’aun dan kaumnya ditenggelamkan. Musa berpuasa pada hari ini dalam rangka bersyukur, maka kami pun mengiuti beliau berpuasa pada hari ini”.
Nabi Berkata: “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada kalian”
Semenjak peristiwa tersebut, akhirnya Rasulullah SAW melakukan puasa dan memerintahkan kepada para sahabatnya untuk berpuasa. Dalam puasa Asyura, Nabi mengalami empat fase seperti dibawah ini:
* Fase Pertama
Rasulullah SAW berpuasa di kota Mekkah dan tidak memerintahkan manusia untuk berpuasa. Seperti yang disebutkan oleh istri beliau yakni Aisyah RA: “Di zaman jahiliyah dulu, orang Quraisy biasa melakukan shaum Asyura. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melakukan shaum tersebut. Saat tiba di Madinah, beliau melakukan shaum tersebut dan memerintahkan yang lain untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan shaum ASyura. Lalu beliau bersabda “Barang siapa yang mau, silahkan shaum. Barang siapa yang mau, silahkan meninggalkannya (tidak shaum).” (HR. Bukhari no. 2002 dan Muslim no. 1125).
* Fase Kedua
Tatkala Nabi datang ke kota Madinah dan mengetahui bahwa orang-orang Yahudi juga melakukan puasa Asyura, akhirnya beliau berpuasa dan memerintahkan kepada para sahabat dan umatnya untuk berpuasa. Seperti yang diterangkan oleh Ibnu Abbas, bahkan Rasulullah SAW menguatkan perintahnya dan sangat menganjurkan, sampai-sampai para sahabat melatih anak-anak mereka untuk melakukan puasa Asyura.
* Fase Ketiga
Setelah turun kewajiban puasa Ramadhan, Rasulullah SAW tidak lagi memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan puasa Asyura, dan juga tidak melarang, serta membiarkan perkaranya menjadi sunnah sebagaimana hadist dari Aisyah yang telah lalu.
* Fase Keempat
Pada akhir hayatnya, Rasulullah SAW bertekad untuk tidak hanya berpuasa pada hari Asyura saja, melainkan juga menyertakan tanggal 9 Asyura (Puasa Tasu’a) agar berbeda dengan puasanya orang-orang Yahudi.
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma berkata bahwa ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan puasa hari Asyura dan memerintahkan umat Islam untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata:
“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani?”. kemudian beliau menjawab. Apabila tiba tahun depan – Insha Allah (jika Allah menghendaki) – kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.”
Abu Qotadah Al Anshory berkata, “Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam ditanya mengenai keutamaan puasa Arafah? Beliau menjawab, “Puasa Arafah akan menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Beliau juga ditanya tentang keistimewaan puasa Asyura? Beliau Menjawab, “Puasa Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162).
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulah Allah – Muharram. Sementara shalat yang paling utama setelah shalat wajib adalah shalat malam,” (HR. Muslim no. 1163).